TERLETAK di dataran tinggi
Bedugul Kabupaten Tabanan. Sebuah Dataran tinggi yang menjadi daerah wisata
unggulan Pulau Balidwipa, nama lain Bali di masa lalu. Di daerah berhawa sejuk
ini Anda disajikan pesona keindahan Danau Bratan sekaligus menikmati
produk-produk kerajinan dan hasil kebudayaan masyarakat agraris Tabanan.
Terletak di dataran tinggi,
menyebabkan tempat ini sangat sejuk dan kadang-kadang di selimuti kabut.
Keindahan alam pegunungan dan Danau Beratan yang bersih sangat mempesona, di
tengahnya ada sebuah pura Ulun Danu yang merupakan tempat pemujaan kepada Sang
Hyang Dewi Danu sebagai pemberi kesuburan. Ini adalah objek wisata yang akan
sangat sayang sekali apabila Anda lewatkan saat datang ke Bali.
Suasananya di tepi danaunya seolah berada pada zaman silam, kabut perlahan terangkat dari atas danau yang dingin, kemudian pemandangan di baliknya adalah hutan berbukit yang hijau. Sapuan angin pada permukaan danau, mengantarkan riak kecil ketenangan. Ketika mendung datang maka suasana kabut melingkupi pura, menimbulkan kesan magis yang lainnya. Ada ketenangan yang damai dan sulit Anda temukan di tempat lain.
Sebagai salah satu ikon pulau Bali, Anda pasti mengenal pura suci ini, setidaknya dapat melihatnya dari gambar uang kertas Rp50.000,00. Pura Ulun Danu Beratan berada di tepi Danau Beratan. Di depan halaman sebelah kiri dari Pura Ulun Danu Beratan terdapat sebuah sarkopagus dan sebuah papan batu yang berasal dari masa tradisi megalitik, sekitar 500 SM. Kedua artefak tersebut sekarang ditempatkan masing-masing di atas babaturan (teras). Diperkirakan bahwa lokasi Pura Ulun Danu Beratan telah digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan ritual sejak zaman megalitik.
Sebagai salah satu ikon pulau Bali, Anda pasti mengenal pura suci ini, setidaknya dapat melihatnya dari gambar uang kertas Rp50.000,00. Pura Ulun Danu Beratan berada di tepi Danau Beratan. Di depan halaman sebelah kiri dari Pura Ulun Danu Beratan terdapat sebuah sarkopagus dan sebuah papan batu yang berasal dari masa tradisi megalitik, sekitar 500 SM. Kedua artefak tersebut sekarang ditempatkan masing-masing di atas babaturan (teras). Diperkirakan bahwa lokasi Pura Ulun Danu Beratan telah digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan ritual sejak zaman megalitik.
Pura Ulun Danu Bratan ini terdiri dari empat bangunan suci, yaitu; Pura Lingga Petak dengan tiga tingkat “Meru” sebagai tempat pemujaan bagi dewa Siwa, Pura Penataran Puncak Mangu dengan 11 tingkat “Meru” sebagai tempat pemujaan dewa Wisnu, Pura Teratai Bang sebagai pura utama, dan Pura Dalem Purwa sebagai tempat pemujaan kepada Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Trimurti. Pura Dalem Purwa ini berfungsi sebagai tempat memohon kesuburan, kemakmuran dan kesejahteraan.
Pura Ulun Danu Bratan ini terdiri dari empat bangunan suci, yaitu; Pura Lingga Petak dengan tiga tingkat “Meru” sebagai tempat pemujaan bagi dewa Siwa, Pura Penataran Puncak Mangu dengan 11 tingkat “Meru” sebagai tempat pemujaan dewa Wisnu, Pura Teratai Bang sebagai pura utama, dan Pura Dalem Purwa sebagai tempat pemujaan kepada Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Trimurti. Pura Dalem Purwa ini berfungsi sebagai tempat memohon kesuburan, kemakmuran dan kesejahteraan.
Danau Bratan merupakan salah satu danau penting untuk irigasi. Danau Bratan dikenal sebagai danau "gunung suci", kawasan ini sangat subur, terletak pada ketinggian 1.200 meter, dan beriklim sangat dingin. Menurut mitos yang ada di masyarakat Bali, sebenarnya Danau Bratan ini merupakan danau yang terbesar di pulau Bali awalnya. Namun pada suatu ketika terjadi gempa bumi yang sangat dahsyat dan akhirnya danau Bratan ini terbagi menjadi tiga bagian, Bratan, Tamblingan dan Buyan.
Nama “Bratan” diambil dari kata “Brata” yang berarti mengendalikan diri dengan menutup 9 lubang kehidupan. Kata-kata “Brata” ini dapat kita jumpai dalam istilah “Tapa Brata” yang memiliki arti bersemedi atau bermeditasi untuk mencapai ketenangan agar dapat manunggal dengan alam dan berkomunikasi dengan Yang Maha Gaib.
Danau Bratan merupakan salah satu danau penting untuk irigasi. Danau Bratan dikenal sebagai danau "gunung suci", kawasan ini sangat subur, terletak pada ketinggian 1.200 meter, dan beriklim sangat dingin. Menurut mitos yang ada di masyarakat Bali, sebenarnya Danau Bratan ini merupakan danau yang terbesar di pulau Bali awalnya. Namun pada suatu ketika terjadi gempa bumi yang sangat dahsyat dan akhirnya danau Bratan ini terbagi menjadi tiga bagian, Bratan, Tamblingan dan Buyan.
Nama “Bratan” diambil dari kata “Brata” yang berarti mengendalikan diri dengan menutup 9 lubang kehidupan. Kata-kata “Brata” ini dapat kita jumpai dalam istilah “Tapa Brata” yang memiliki arti bersemedi atau bermeditasi untuk mencapai ketenangan agar dapat manunggal dengan alam dan berkomunikasi dengan Yang Maha Gaib.
Nama “Bratan” diambil dari kata “Brata” yang berarti mengendalikan diri dengan menutup 9 lubang kehidupan. Kata-kata “Brata” ini dapat kita jumpai dalam istilah “Tapa Brata” yang memiliki arti bersemedi atau bermeditasi untuk mencapai ketenangan agar dapat manunggal dengan alam dan berkomunikasi dengan Yang Maha Gaib.
Bedugul tempat Pura Ulun Danu berada itu sebenarnya nama sebuah desa dan bukan nama danau, bukan nama pura, ataupun nama pasar. Anggapan itu muncul karena selain sebagai sebuah desa, dalam sebuah area yang kurang lebih berdiameter 5 km, terdapat beberapa macam tempat yang menarik untuk dikunjungi secara sekaligus sehingga orang kebanyakan menamakannya Bedugul.
Secara
lebih tepat, Bedugul adalah nama desanya, sedangkan danaunya bernama Danau
Beratan. Danau ini adalah danau terluas kedua setelah Danau Batur yang luas
1.607,5 ha. Sedangkan nama pura-nya adalah Pura Ulun Danu. Pura ini adalah Pura
Subak yang disungsung oleh para petani, karena danau Beratan adalah sumber mata
air irigasi bagi sawah para petani.
Pura Ulun Danu Beratan ini sudah ada sebelum tahun 1556. Pura Ulun Danu kemudian dibangun oleh Raja Mengwi I Gusti Agung Putu tahun 1633 yang berarsitektur campuran Hindu-Budha dan ditandai dengan stupa Budha. Semenjak pendirian pura tersebut termasyurlah kerajaan Mengwi, dan I Gusti Agung Putu digelari oleh rakyatnya “ I Gusti Agung Sakti”.
Pura Ulun Danu Beratan ini sudah ada sebelum tahun 1556. Pura Ulun Danu kemudian dibangun oleh Raja Mengwi I Gusti Agung Putu tahun 1633 yang berarsitektur campuran Hindu-Budha dan ditandai dengan stupa Budha. Semenjak pendirian pura tersebut termasyurlah kerajaan Mengwi, dan I Gusti Agung Putu digelari oleh rakyatnya “ I Gusti Agung Sakti”.
Pura Ulun Danu Bratan atau Bratan Pura merupakan
sebuah candi di atas air berusia tua di Bali. Bangunan yang terdapat di areal
wisata Bedugul ini merupakan bangunan kuno, tetapi semua keadaan fisiknya masih
bersih dan tertata dengan rapi. Kompleks candi ini terletak di tepi barat laut
Danau Bratan di pegunungan dekat Bedugul. Pura Ulun Danu merupakan sebuah
bangunan suci umat Hindu yang dibangun untuk memuja Dewi Danu. “Danu” sendiri
adalah bahasa lokal Bali yang berarti “Danau”. Sedangkan “Bratan” adalah nama
dari danau yang terletak di dataran tinggi Bedugul ini. Candi ini sebenarnya
digunakan untuk upacara persembahan Dewi Danu yaitu dewi air, danau, dan
sungai.
Pura
Ulun Danu Bratan tidak terlepas dari pemujaan terhadap Trimurti (Siwa, Brahma,
Wisnu). Hal ini bukan hanya terlihat dari struktur pura pemujaan di Ulun Danu,
tetapi juga dari penemuan tiga buah batu yang masing-masing berwarna merah,
hitam dan putih pada tahun 1968. Ketiga warna ini merupakan warna suci (Tri
Datu), “merah” lambang Bhatara Brahma “sang pencipta”, “hitam” lambang Bhatara
Wisnu “Sang Penyeimbang” dan “putih” lambang Bhatara Siwa “Sang Pelebur”.
0 komentar:
Posting Komentar